Hari ini adalah hari terakhir kami di New Delhi, karena nanti sore jam 4.20 kami akan berangkat menuju Kolkata lalu terbang ke Kuala Lumpur dan kembali mendarat di Jakarta. Kami mengemas backpack kami dengan sedih karena liburan di negeri yang penuh dengan sari berwarna-warni ini akan segera berakhir. Jam 12.30 kami check out dari hostel dengan mengucapkan salam perpisahan kepada staf hostel yang baik dan ramah. Mereka melepas kami dan berpesan untuk segera kembali lagi ke India. Kami naik auto ke pasar Pahar Ganj, daerah pusatnya wisatawan di India, yang terletak persis di depan New Delhi Railway Station. Jujur saja, meskipun Pahar Ganj terkenal sebagai tempatnya hostel murah di New Delhi, kami tidak memilih untuk tinggal di sana karena kami mendapat rekomendasi untuk tinggal di daerah Bharatnagar, yang sedikit lebih adem dari hingar bingar pasar dan lalu lalang turis namun tetap berada di pusat kota. Kami lalu berkeliling pasar yang penuh oleh turis-turis bule, auto wala, dan penjaga-penjaga toko yang sibuk menyapa kami dengan aksen India yang khas "Halooo Madaam!! Come to my shop please... You need a room? Where do you come from?".
Setelah itu kami makan siang di sebuah restoran bergaya standing party di pojok pasar yang penuh sesak karena saat itu pas jam makan siang. Menunya apalagi kalau bukan roti dan curry, namun lidahku sudah terbiasa dengan makanan ini dan perlahan-lahan mulai menggemarinya.
Jam 3.00 kami melangkahkan kaki ke stasiun. Di gerbang masuk, semua barang diperiksa dengan rolling screening seperti di bandara. Tidak lama kemudian aku melihat screen informasi keberangkatan, tapi tidak menemukan jadwal keberangkatan Poorva Express ke Kolkata. Aku dan Nurul meneliti lebih seksama lagi, kami menemukannya di barisan bawah dan... kereta kami delay 8 jam! Jadwal yang seharusnya pukul 4.20 mundur jadi pukul 24.00!!!
Tidak banyak yang dapat kuceritakan dari 8 jam delay paling menyebalkan dalam hidupku hari itu. Kami hanya duduk-duduk diluar gerbang keberangkatan stasiun menyaksikan orang-orang berlalu lalang dengan berbagai gaya dan barang bawaan: ada anak bujang yang dilepas ibunya dengan peluk dan cium, sebuah keluarga kecil yang membawa bocah balita imut-imut, sepasang turis bule lanjut usia yang tampak kebingungan menggeret koper beroda, serombongan ibu-ibu mengenakan sari berwarna-warni, pejabat yang datang diantar dengan mobil militer, segerombolan pemuda alay lengkap dengan kacamata hitam dan jaket kulit bertuliskan Champion, tidak ketinggalan seorang pemuda sendu yang duduk sendiri di sebelahku. Feature orang-orang yang lewat juga beragam: ada yang berkulit legam ada juga yang terang, ada yang berhidung panjang ada juga yang pesek, ada yang bermata bulat ada juga yang sipit seperti orang Cina. Boleh kusimpulkan, kalau ingin melihat the real India, pergilah ke stasiun keretanya.
Angin dingin berhembus dan hari mulai gelap, kami lalu masuk ke ruang tunggu stasiun dan kembali menunggu. Menunggu. Dan menunggu. Hingga akhirnya kereta berangkat meninggalkan New Delhi di hari berikutnya tanggal 28 Januari pukul 00.45.
Entry Gate of New Delhi Railway Station |
New Delhi Railway Station |
In front of Pahar Ganj |
(28 Jan 2013)
Perjalanan New Delhi - Kolkata selama lebih dari 24 jam kami habiskan di kereta Poorva 'delayed' Express ini. Kereta ini tidak senyaman kereta-kereta yang pernah kunaiki sebelumnya. Entahlah mungkin karena penumpangnya lebih tidak beraturan, tapi yang jelas physically kereta ini tampak lebih tua dan reyot. Tidak ada turis yang terlihat menumpang kereta saat itu. Aku tidur, bangun, makan, tidur lagi, bangun, dan begitu seterusnya hingga punggungku pegal dan pantatku sakit. Sesekali aku juga berjalan-jalan di gerbong dan turun di beberapa stasiun yang berhenti lama. Oh Kolkata... Cepatlah mendekat...
(29 Jan 2013)
Jam 4.30 pagi aku terbangun karena guncangan kereta dan grasak-grusuk orang lalu lalang di gerbong. Aku bertanya pada seorang penumpang, dan ia menjawab kalau sebentar lagi kereta akan sampai di Kolkata. Aku segera bangun, mencuci muka, dan menyiapkan ransel. Satu setengah jam kemudian kereta berhenti dengan sempurna di Stasiun Howrah Kolkata, yang kondisi crowded-nya di malam hari masih kuingat dengan jelas. Hari masih gelap dan angin dingin masih berhembus membekukan tulang. Kami memilih untuk tetap menunggu di stasiun hingga matahari terbit sembari minum chai dan memperhatikan pedagang koran sibuk menyusun koran-koran yang akan dibagikan pagi itu.
Saat matahari mulai terbit, kami melangkah ke luar stasiun menuju sebuah wisma tempat menginap di sebelah stasiun yang dikhususkan untuk turis atau penumpang kereta yang ingin bermalam. Syaratnya adalah menunjukkan tiket kereta yang akan digunakan untuk keberangkatan dari Stasiun Howrah. Karena sudah tidak punya tiket kereta lagi, yang kami tunjukkan hanya tiket pesawat ke Kuala Lumpur nanti sore dengan harapan kami diberi ruang untuk mandi dan istirahat sebentar. Eh... Ternyata tarifnya mahal sekali. Meskipun hanya untuk mandi dan istirahat yang tidak sampai 10 jam, satu orang dikenakan Rs 800 (sekitar Rp 160.000). Bukannya pelit tidak mau menghabiskan sisa uang di hari terakhir trip ini, tapi kenyataannya memang uang kami tidak cukup untuk membayarnya. Kami lalu balik kanan dan kembali lagi ke stasiun, mencari ruang kamar mandi umum. Syukurlah kami menemukannya di lantai 2 stasiun. Ruangnya luas dan terdiri dari beberapa bilik kamar mandi yang cukup bersih. Untuk buang air kecil dan menyikat gigi dikenakan tarif Rs 5, sedangkan untuk mandi dikenakan tarif sekitar Rs 10.
Selesai mandi, kami berjalan meninggalkan stasiun. Kami menyusuri pasar yang baru buka dibawah hangatnya sinar matahari pagi, hingga sampai di salah satu ujung Jembatan Howrah, jembatan kebanggaan masyarakat Kolkata yang membentang diatas Sungai Hooghly. Di sepanjang jembatan ini, kami berpapasan dengan pekerja kantoran yang berjalan cepat, pedagang-pedagang bunga (karena dibawah jembatan ada pasar bunga), dan homeless people yang tampak berjalan gontai tak tentu arah. Sampai di kawasan pertokoan, aku semakin merasakan aroma tua-nya kota ini: banyak bangunannya yang masih bernuansa Inggris, trem-trem tua bergambar Salman Khan masih melintas di tengah jalan, bis-bis tua yang sudah reyot, taksi kuno berwarna kuning masih beroperasi, dan aku sempat menyaksikan orang-orang (lelaki tentunya) mandi di keran-keran air di depan toko.
Pedestrian at Howrah Station (pix from Google) |
Trem yang melintas di jalanan Kolkata |
Trem and Yellow Cab in Kolkata |
Kami mencari tempat makan untuk sarapan, tapi tidak menemukan yang cocok di hati. Lalu kami memutuskan untuk langsung menuju bandara. Untuk transportasi menuju bandara, tersedia bis yang lebih bagus yang penampakannya seperti busway (herannya malah lebih bagus daripada bis Damri Jakarta). Di perjalanan, kami seperti terlempar beberapa tahun lebih maju karena di sini kami melihat sisi Kolkata yang lebih baik dari yang kami saksikan di pasar tadi. Tapi sayang sekali, kami tidak sempat mengunjungi beberapa objek wisata di Kolkata seperti Victoria Memorial Hall dan India Museum.
Kami brunch (breakfast+lunch) di Netaji Subhas Chandra Bose Airport, lalu mengelilingi bandara yang sedang dalam tahap perluasan ini. Bandaranya tidak terlalu kecil seperti dugaanku saat pertama kali mendarat 2 minggu lalu, tapi juga tidak sebesar Bandara Soekarno Hatta di Jakarta. Asyik berjalan-jalan, eh... kami bertemu kembali dengan supir taksi yang membawa kami ke Stasiun Howrah saat pertama kali kami menginjakkan kaki di India, yang (sedikit banyak) berkontribusi dalam tragedi ketinggalan kereta waktu itu. Aku ingat betul wajah dan kumisnya (bagaimana mau lupa, saat itu kami sempat balas-balasan ngomel karena panik takut ketinggalan kereta). Aku dan Nurul sudah siap mau berbalik arah, tiba-tiba ia mendekat dan menegur kami, "Hey Madam, you are that time that riding my taxi. Are you? Are you?". Kami terus berjalan pura-pura tidak mendengar, eh... dia malah mengikuti. "Hey.. hey.. You still have debt on me".
What??? Hutang apaan? Ternyata dia menganggap kami masih kekurangan bayar taksinya waktu itu. Huh, enak saja! Sudah ketinggalan kereta, minta bayaran mahal pula. Kamipun berhenti dan menjawab, "What are you saying Sir? We missed our train because of your slow driving. Now what should we pay? We already give you 600 rupee, asshole", (kata terakhir diucapkan dalam hati). Dia membalas dengan ocehan bahasa Hindi dan geleng-geleng kepala, yang membuat kekesalan kami berputar menjadi kegelian menahan tawa. Kami tetap tidak menanggapi ocehannya, lalu dengan sigap meninggalkannya dengan meluncur masuk ke ruang tunggu dalam bandara. Dari panel kaca, kami memerhatikan gerak geriknya di luar bandara. Oh... Ternyata dia supir taksi tembak yang berkeliaran mencari penumpang di bandara, bukan supir taksi resmi pre-paid taxi. Pantas saja kami bertemu lagi dengannya, hehehe.
Tepat jam 3.00 kami check in lalu menuju desk imigrasi. Petugasnya menghantam pasporku dengan cap merah tanda berakhirnya visa lalu berkata, "Miss Siti, your stay permit in India has been over. Thank you for visiting India", yang membuatku sediiih sekali. Kami berjalan lunglai bukan kerena lelah, tapi karena sedih mengakhiri petualangan di negeri yang sungguh luar biasa ini. Pesawat Air Asia yang membawa kami lepas landas jam 6.10, dan aku hanya bisa memandangi kerlap-kerlip Kolkata di malam hari dari jendela pesawat yang terasa sangat indah. Semakin jauh pesawat terbang cahayanya semakin kecil, lalu perlahan redup digantikan kegelapan malam.
Aku tertidur dengan membungkus rapi semua kenangan dan pengalaman yang sangat berharga dalam memoriku. Empat jam kemudian, aku terbangun dengan melihat Kuala Lumpur dibawah pandangan mata. Sampai di LCCT, aku dan Nurul melanjutkan tidur di mushola.
(30 Jan 2013)
Pagi ini aku dan Nurul akan kembali ke tanah air. Nurul kembali ke Surabaya, sedangkan aku ke Jakarta. Karena penerbangan ke Surabaya lebih awal, Nurul harus check in lebih dulu. Kami berpisah setelah sarapan nasi lemak bersama. Tidak banyak kata terucap, yang ada hanya senyum-senyum kembang-kempis mengenang 15 hari petualangan kami di India, yang walaupun penuh dengan lika-liku, syukur alhamdulillah berakhir dengan selamat.
Sekian catatan 15 hari petualanganku di India. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi teman-teman yang akan melakukan perjalanan ke India. Do not worry too much, do not expect too much. Just prepare yourself, and enjoy Incredible India!!!