Di terminal Jombor terdapat banyak sekali bus yang melayani rute Jombor-Borobudur. Baru saja melangkahkan kaki keluar shelter transYogya, kami langsung diserbu bapak-bapak (entah calo, kernet, atau supir) dengan yel-yel "Borobudur.. Borobudur.. Ayo, langsung berangkat.." Awalnya kami ragu untuk memilih bus yang mana, secara jurusannya sama semua tapi dari PO (perusahaan) yang berbeda.
Diskusi (bisik-bisik) sebentar, kami memilih untuk naik bus yang berada di barisan paling depan yang sepertinya sudah ready to go. Bus yang kami tumpangi bernama Ragil Kuning, walaupun tidak ada unsur kuningnya sama sekali. Dengan tarif Rp. 12.000, alhamdulillah-nya bus ini tidak ngetem dulu. Penumpangnya tidak ramai (mungkin karena bukan musim liburan) dan setelah sekitar 1 jam 30 menit kami sampai di Terminal Borobudur.
Bus Ragil Kuning |
Dari terminal ke Candi Borobudur sebenarnya bisa ditempuh dengan berjalan kaki walaupun jaraknya (lumayan) jauh, namun karena siang itu matahari sangat terik kami memutuskan untuk naik andong yang banyak terdapat di depan terminal. Setelah tawar menawar dengan Pak Kusir, kami sepakat dengan harga Rp. 45.000 bertiga (cukup mahal niy, tapi ya apa boleh buat, masing-masing jadi kena Rp. 15.000)
Kami menyusuri jalan menuju Candi Borobudur diringi tak-tik-tuk suara sepatu kuda. Selama di perjalanan, saya baru tahu ternyata Borobudur itu merupakan nama daerah di sekitaran Candi Borobudur, jadi bukan hanya nama candi saja. 15 menit kemudian, yeeaaayy... Sampailah kami di pintu gerbang Candi Borobudur. Kami disambut dengan para penyewa payung (kalau di Jakarta namanya ojek payung, yang biasa beroperasi saat musim hujan) dan penjual souvenir mulai dari gantungan kunci, kaos Borobudur, gelang tangan, hiasan dinding, pajangan mini, topi, dan lain sebagainya. Karena sinar matahari yang terik bukan main, saya memutuskan untuk membeli topi seharga Rp. 10.000 (setalah ditawar dari harga Rp. 35.000, lumayan ada tulisan Borobudurnya...) sedangkan 2 teman saya menyewa 1 payung seharga Rp. 5000 yang nanti tinggal dikembalikan di pintu keluar komplek candi.
Jalan sedikit ke dalam, langsung sampai di loket penjualan tiket masuk. Harga tiket untuk dewasa adalah Rp. 30.000, sementara untuk anak dibawah 6 tahun adalah Rp. 12.500. Sedangkan tiket untuk wisatawan asing berada di loket yang berbeda dan harganya jaaauh lebih mahal (kalau tidak salah sekitar Rp. 150.000 atau USD 15). Oh iya, sebelum melewati pintu masuk setiap pengunjung di scan dulu karena terdapat beberapa barang yang tidak boleh dibawa masuk ke dalam kawasan candi, salah satunya adalah makanan. Sialnya, saya yang belum sarapan saat itu membawa sebungkus roti di dalam tas dan harus merelakannya untuk diinapkan sementara di tempat penitipan barang (hiks... hiks..)
Setelah melewati pintu masuk, kami celingak celinguk sambil berkata "Candinya mana ya? Kok ngga kelihatan?" Waduh, ternyata untuk sampai ke candi ya masih harus terus jalan melewati komplek taman candi yang asri ini. Sebelum sampai menaiki candi semua pengunjung diharuskan untuk mengenakan kain batik yang memang sudah disediakan. Alasannya adalah karena batik merupakan identitas bangsa Indonesia dan agar tetap diingat dan selalu terpatri di sanubari (tsaaah....)
Pakai kain Batik dulu yaa... |
Perjalanan menuju candi sangat sangat menyenangkan, angin semilir membawa suasana sejuk. Tapi terik mataharinya yang panas minta ampun. Kami mulai melihat candi yang dari kejauhan terlihat kecil dan seperti malu-malu bersembunyi di balik pepohonan. Dan akhirnya... Ta da... Sampai juga kami di tempat Warisan Budaya Dunia (World Heritage List) nomor 529 ini. Whoooaaaa... Besar sekali candi ini... Menaiki tangga demi tangga bagaikan mendaki sebuah gunung yang terbuat dari batu. Candi ini terdiri dari beberapa tingkat dan di setiap tingkat terdapat puluhan stupa dan patung-patung Budha, serta relief dinding candi yang berceerita tentang kehidupan di zaman kerajaan dahulu kala. Saat itu beberapa tempat di setiap tingkatnya masih dalam tahap perbaikan setelah terkena dampak letusan gunung Merapi yang amat dahsyat pada Oktober 2010 lalu. Ini sebagian (kecil) dokumentasinya....
Kena razia Pak Satpam |
Setelah puas (kepanasan dan teler) mengelilingi candi, tidak ketinggalan foto-foto dengan berbagai gaya dan latar belakang, kami mulai turun gunung. Tidak salah banyak jasa penyewa payung, karena matahari memang bersinar terik dan panas sekali.
Berakhir sudah perjalanan kami menjelajahi (mantan) 7 Keajaiban Dunia yang dulu hanya bisa kami lihat di balik Atlas ini. Selanjutnya kami pulang melewati rute yang persis sama, yaitu naik andong ke Terminal Borobudur (Rp 30.000/3 orang, lebih murah dibandingkan andong sebelumnya) - Bus tujuan Jombor (Rp. 10.000, seharusnya Rp. 12.000 tapi Pak Kernet ngga punya kembalian ribuan, yeeaayy) - transYogya (Rp. 3.000) - Malioboro (makan siang) - penginapan - tepar.
To be continued~~~
No comments:
Post a Comment