Laman


Sunday, March 3, 2013

India Trip (Part 6: Amritsar 1)

(24 Jan 2013)
Next destination dari perjalanan kami di India adalah Kota Amritsar yang terletak di negera bagian Punjab di utara India. Pagi-pagi jam 6 kami sudah check out dari hostel menuju New Delhi Railway Station untuk menuju Amritsar dengan kereta Shane Punjab. Karena jarak tempuh hanya 7 jam, kereta kali ini merupakan kereta dengan kursi duduk 90 derajat. 
Amritsar merupakan kota suci bagi pemeluk Agama Sikh, karena di sini terdapat tempat peribadatan kaum Sikh (dikenal dengan Gurudwara) tertinggi yaitu Harmandir Sahib, atau yang populer dengan nama Golden Temple. Ciri dari pemeluk Sikh terletak pada turban yang dikenakan oleh setiap prianya, mulai dari anak kecil hingga kakek-kakek. Selain dengan ciri turban yang khas, dalam kepercayaan Sikh juga dilarang untuk mencukur rambut yang ada di tubuh. Jadi setiap pria Sikh bisa dipastikan memiliki rambut yang panjang yang dikepang dan digulung di dalam turban, selain itu kumis dan janggut juga dibiarkan tumbuh panjang. Kalau wanitanya, dari sumber lokal yang aku dengar, wanita Sikh tidak memakai bindi (titik yang berada di tengah dahi) yang merupakan ciri wanita Hindu, hanya ada beberapa wanita yang mengenakan penutup kepala berupa selendang. Tambahan lagi, ciri khas wanita Sikh juga terlihat dari fisiknya yang rata-rata lebih "tegap", "berisi", dan (menurut pandangan beberapa orang) berwajah lebih cantik dengan hidung bangir dan kulit yang lebih cerah. Namun setelah aku amat-amati dari penumpang di kereta yang sebagian besar terdiri dari keluarga Sikh, ada benarnya juga. Dilihat dari nama, pria Sikh biasanya bernama belakang "Singh" yang berarti "Singa", dan wanitanya bernama "Kaur" yang berarti "Puteri". 

*kembali ke kereta*
Perjalanan jadi tidak berasa karena aku asyik mengamati keluarga Sikh yang duduk di seberang kompartemenku, yang terdiri dari seorang kakek, anak, dan cucu laki-lakinya yang lucu yang sudah memiliki rambut sebahu. Kereta sampai di Stasiun Amritsar Jn jam 3.00 sore, kami segera menuju cloack room untuk menitip backpack. Setelah itu, dengan menumpangi bus yang penuh sesak, kami menuju Attari Border yang berjarak 30 km dari stasiun kereta Amritsar.
Attari Border merupakan perbatasan darat antara India dan Pakistan, 2 negara yang dahulunya merupakan satu kesatuan namun menjadi terpisah pada akhir masa kolonialisme Inggris. Perpisahan ini menorehkan catatan kelam bagi sejarah kedua bangsa, dimana saat itu pemeluk Islam terpaksa "hijrah" ke tanah Pakistan yang akan menjadi sebuah negara yang berlandaskan Islam, dan sebaliknya, pemeluk Hindu yang berada di daerah utara "hijrah" ke tanah Hindustan. Peristiwa "hijrah" ini menjadi tragedi pertumpahan darah paling memilukan bagi kedua bangsa yang kemerdekaannya hanya berselisih 1 hari ini, didahului oleh Pakistan pada 14 Agustus 1947 kemudian disusul India satu hari setelahnya. Berpuluh tahun sudah berlalu, "perpisahan" itu kini dirayakan di perbatasan Attari bagian India dan Wagah bagian Pakistan dengan upacara penurunan bendera dan pembukaan pagar pemisah setiap sore. Upacara ini menjadi upacara di perbatasan negara paling unik di dunia, yang menyajikan atraksi patriotisme yang menarik turis dan penonton dari seluruh dunia. 

*kembali ke bus*
Bus yang kami tumpangi ternyata tidak sampai ke Attari Border melainkan hanya sampai di sebuah pasar. Untuk sampai ke tribun Attari Border kami harus menyambung lagi naik rickshaw yang didorong oleh seorang kakek Sikh tua sejauh 2 kilometer melewati jalanan lebar yang dipenuhi dengan truk-truk yang tampaknya akan melintasi perbatasan India menuju kota Lahore di Pakistan. Pengamanan untuk masuk ke dalam tribun sangat ketat, tidak boleh membawa tas dan handphone. Yang diizinkan untuk dibawa masuk hanya alat dokumentasi saja. Setiap pengunjung melewati screening gate, berjalan di jalur terpisah antara laki-laki dan perempuan, lalu badan diperiksa lagi beberapa kali oleh petugas sebelum akhirnya memasuki tribun upacara. Turis asing diberi tribun khusus yang dekat dengan pagar batas, sehingga bisa melihat jelas pemandangan tribun Pakistan di sebelah kiri yang saat itu sepi senyap, sangat kontras jika menoleh ke kanan dimana orang-orang tumpah ruah di tribun India.

Kakek-kakek ini kebanyakan adalah veteran militer India

Suasana tribun sebelum acara penurunan bendera 

Tribun yang tumpah ruah oleh penonton yang datang dari seluruh penjuru India

Tribun Pakistan yang tampak sepi

Sebelum acara puncak penurunan bendera dimulai, kedua belah pihak beradu-adu memainkan lagu masing-masing negara yang didendangkan melalui speaker superrrr kencang. Bagian India mendendangkan apalagi kalau bukan lagu-lagu Bollywood yang enerjik dengan beat yang menghentak. Siapapun tidak akan tahan untuk tidak bergoyang, apalagi saat lagu Jai Ho berkumandang semua orang tanpa terkecuali turis Barat dan Korea tumpah ruah menari-nari berpegangan tangan bersama-sama. Yel-yel masing-masing negera juga dikumandangkan dengan penuh semangat. Seruan "Hindustan!!!" oleh pembawa acara India dibalas dengan teriakan "Zindabad!!!" oleh penonton. Begitu terus berulang-ulang, sampai aku juga ikut semangat berteriak menyahut dan bertepuk tangan. 


Riuh musik Jai Ho menarik semua penonton turun dari tribun 

Penonton lokal dan turis berbaur menari bersama

Saat musik Bollywood dan yel-yel Hindustan reda sejenak, terdengarlah musik dari Pakistan yang tidak jauh beda dari musik Bollywood, yang menurutku masih kurang greget. Selain itu, dari speaker Pakistan aku sempat mendengar yel-yel "Pakistan!!!" dan Surat Ar Rahman dikumandangkan. Setelah atraksi musik dan tari-tarian selesai, masuklah acara puncak yaitu penurunan bendera. Pasukan Border Security Force (BSF) India dengan ciri topi berbentuk kipas berwarna merah melangkah menuju pagar "batas" dengan hentakkan kaki yang begitu keras. Satu langkah kaki diayunkan tinggi-tinggi sampai nyaris menyentuh ujung topi merah, lalu dihentakkan kuat-kuat ke tanah. Langkah selanjutnya dilakukan dengan hentakkan yang sama kuat hingga tiba di pagar batas. Hal yang persis sama ternyata juga dilakukan oleh Pakistan Ranger Soldiers, yang semakin membakar semangat dan menyulut teriakan dari semua penonton.

Border Security Force dengan topi uniknya

Pasukan penggerek bendera tengah bersiap-siap

Setiap langkah diambil dengan ayunan tinggi dan hentakkan kuat

Tiba di pagar "batas"

Semua penonton menarik napas saat pagar batas dibuka

Atraksi selanjutnya terjadi begitu cepat. Para pasukan mengatur barisan masih dengan tarikan tinggi dan hentakkan hebat yang sama, lalu pagar batas India diayun dan pagar Pakistan digeser terbuka serentak. Tepat saat itu, semua penonton bertepuk tangan riuh. Kedua tali bendera disilangkan kemudian digerek turun serentak tanpa ada yang mendahului. Setelah itu, satu orang ranger dari kedua belah pihak saling bersalaman dengan "angkuh" disusul dengan ditutupnya (lebih tepatnya dibantingnya) kedua pagar yang lagi-lagi dilakukan secara serentak. Penonton kembali bertepuk riuh dan pasukan kembali ke barisan masih dengan gaya hentakan yang tinggi dan kekuatannya tidak berkurang sedikitpun. Acara ditutup dengan dipersilahkannya penonton turun dari tribun untuk mendekati pagar batas dan foto-foto bareng ranger yang tinggi gagah dengan seragamnya yang unik itu.


Ranger dari kedua negara saling bertemu di pagar batas

Bendera mulai diturunkan

Kedua bendera diturunkan secara serentak tanpa ada yang mendahului

Bendera di atas gerbang Mohandas Ghandi juga ikut diturunkan

Kami meninggalkan perbatasan bersejarah yang menjadi titik terjauh dalam trip kami kali ini dengan kenangan yang tidak akan pernah kami lupakan seumur hidup. Di sinilah pertama kali aku merinding merasakan semangatnya bangsa India, sebuah bangsa yang besar. Benar-benar bangsa yang besar, yang selama ini aku (atau banyak orang di luaran sana) pandang dengan sebelah mata. Aku sungguh menyasikan kekuatan negeri Mahatma Gandhi dengan lebih 1 miliyar penduduknya ini tepat di tapal batas mereka, yang dihormati dan dirayakan setiap hari tanpa henti oleh penduduknya dengan semangat yang luar biasa. Aku jadi penasaran, tapal batas negeriku tercinta dengan negeri jiran seperti apa ya?

** to be continued to Amritsar 2

No comments:

Post a Comment