Laman


Friday, June 8, 2012

Ke Pulau Tidung Yuukk...!!

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti #TravelAsyik dari http://anakasyik.com berhadiah jalan-jalan bareng @TrinityTraveler. Tulisan adalah hasil karya sendiri dan bukan jiplakan.

Beberapa minggu yang lalu, aku dan teman-teman sekelas di kampus mengunjungi Pulau Tidung dalam rangka praktikum lapangan (a.k.a plesiran terselubung) di akhir pekan. Praktikum yang kami laksanakan ini merupakan bagian dari mata kuliah Kesehatan Lingkungan di Tempat-Tempat Umum, Transportasi, dan Pariwisata yang beken dengan singkatan KLTTUP.

Trus praktikumnya ngapain aja?
Overall kami menganalisa manajemen kebersihan di Pulau Tidung sebagai salah satu destinasi wisata yang mulai beken diantara pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu, seperti Pulau Rambut, Pulau Pramuka, dsb. Tapi ya kembali lagi, namanya juga liburan terselubung, semuanya jadi have fun abis!

So... Let's cekidot!

Perjalanan dimulai pada suatu subuh di hari Jum'at. Kami, 20-an mahasiswa beserta 1 orang dosen pembimbing (plus istri dan 3 anaknya), berkumpul di suatu titik yang sudah disepakati dimana sudah menunggu 1 Kopaja carteran untuk mengangkut kami dari Jl Margonda Raya, Depok menuju pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara.

Sesampainya di Muara Angke jam 07.30, matahari sudah bersinar cerah dan untungnya kami tidak terlambat. Kami naik kapal berukuran sedang yang mulai meninggalkan pelabuhan pada 09.30. Perjalanan menuju Pulau Tidung sendiri memakan waktu sekitar 2,5 jam dan karena pagi ini bangun terlalu dini, maka sebagian besar perjalanan di kapal kami habiskan dengan...tidur.

Pelabuhan Muara Angke di pagi hari
Kapal yang kami naiki (nama salah satu personel boyband favorit)

Antri mau naik kapal

2,5 jam kemudian kapal sudah mulai melambat dan sudah tampak pemandangan samudera yang bening-biru kehijauan. Tidak lama kemudian kapal berlabuh, dan mendaratlah kami di Pulau Tidung. Yeeaaayyy...!!

Mungkin karena hari Jum'at, Pulau Tidung tampak ramai dipenuhi pengunjung. Sepanjang pengamatan kami, rata-rata pengunjung hari itu adalah kaum muda-mudi ibukota yang menghabiskan akhir pekan bersama. Perjalanan kami kali ini sudah dirancang oleh Event Organizer (EO) lokal, bukan karena ingin enak-enakan atau apapun, tapi lebih karena tujuan awal (proposal) nya adalah untuk penelitian dan membawa nama kampus, serta untuk keamanan dan keselamatan bersama. Tapi setalah kami cari tahu, untuk wisata ke Pulau Tidung memang jaaauh lebih hemat jika dilakukan bersama-sama dan menggunakan jasa EO lokal. Untuk perjalanan kali ini, kami ambil paket disini. All set dan dijamin nggak rugi deh...!!

Day 1
Pada siang di hari pertama ini, belum ada agenda penelitian. Jadi kami sudah tidak sabar untuk mengeksplorasi pulau seluas 109 hektar ini menggunakan...sepeda. Ya, sepeda merupakan sarana transportasi paling populer di Pulau Tidung. Selain karena tidak ada jalan beraspal lebar yang bisa dilalui oleh kendaraan roda 4, bersepeda merupakan cara yang paling afdol untuk menjelajahi pulau yang kalau dikitari sekali putar ini akan finish hanya dalam waktu 30 menit. Tempat wisata yang paling tersohor di Pulau Tidung adalah Jembatan Cinta, yang menghubungkan Pulau Tidung dengan Pulau Tidung Kecil yang tidak berpenghuni. Selain itu di bagian laut sepanjang jembatan cinta juga bisa banana boat, snorkeling, loncat indah dari atas jembatan, dan tentu saja, foto-foto dengan latar belakang lautan bening dan langit biru yang luaar biaaaaasa cantiknya.

         


         


Banana Boat


               


Saking beningnya, kumpulan bulu babi ini sampai kelihatan jelas sekali

Jembatan Cinta yang membentang panjaaaang sekali

Setelah puas (capek dan gosong) mengeksplorasi jembatan cinta, kami pulang untuk beristirahat dan mempersiapkan bahan untuk penelitian yang akan mulai dilaksanakan pada sore ini.


Day 2
Agenda di hari kedua ini adalah penelitian (dan jalan-jalan lagi). Kami mewawancarai otoritas berwenang di daerah setempat yang mengurusi sampah, sanitasi, dan kebersihan di Pulau Tidung. Selain itu kami juga melakukan observasi ke tempat pembuangan sampah akhir (TPSA) di pulau ini. Tidak butuh waktu lama untuk melakukan wawancara dan observasi ini. Siangnya kami lanjut ke agenda berikut, yaitu snorkeling. Spot snorkeling kali ini bernama Pulau Beras, terletak sekitar 1 jam naik boat mini dari Pulau Tidung. Karena di perjalanan ombak cukup besar, banyak diantara kami yang mabuk laut dan diakhiri dengan menumpahkan isi perutnya ke laut alias muntah. Hoeekk...!!

Sesampainya di spot snorkeling, tanpa ba-bi-bu kami langsung menceburkan diri ke laut. Waah... Indahnya alam bawah laut ciptaan Tuhan. Air laut yang hijau bening, terumbu karang, dan ikan-ikan cantik yang malu-malu melintas kini ada di depan mata.







Setelah bersih-bersih dan beristirahat sehabis snorkeling, sore harinya kami melanjutkan observasi, mengunjungi rumah warga, dan menikmati sunset.

Day 3
Hari ini merupakan hari terakhir kami di Pulau Tidung. Kapal menuju Muara Angke akan berangkat jam tepat jam 12 siang, jadi pagi harinya kami berdiskusi mengenai hasil wawancara dan observasi. Secara umum, pengelolaan sampah dan kebersihan di Pulau Tidung masih sangat sederhana. Hal ini dikarenakan jumlah tenaga petugas kebersihan yang kurang, alat-alat yang minim, dan yang paling penting adalah jumlah pengunjung yang terus bertambah setiap minggunya, yang sangat berkontribusi dalam peningkatan volume sampah. Bapak-bapak petugas kebersihan yang kami wawancarai berpesan, sebagai pendatang hendaknya kami juga turut menjaga kebersihan dan kelestarian alam di pulau ini. Tidak membuang sampah sembarangan merupakan cara paling sederhana untuk menjaga Pulau Tidung tetap indah, bersih, dan nyaman.

Pukul 11.00 kami sudah check out dan berjalan menuju pelabuhan. Ternyata kapal yang akan mengangkut kami sudah bersiap-siap dan diserbu oleh banyak pengunjung lain yang akan kembali ke darat. Transportasi untuk kembali ke darat tidak banyak, hanya 2-3 kali keberangkatan setiap harinya. Kapal yang kami naiki kali ini berbeda dengan yang kami naiki saat berangkat, kapal ini memiliki dua tingkat sehingga mengangkut lebih banyak penumpang. Sepanjang perjalanan pun kami habiskan dengan tidur dan melihat-lihat pemandangan laut yang tidak ada batasnya.

Suasana di dalam kapal, semua tertidur dengan khidmad

Ssstt... Pak Dosen lagi tidur

Pemandangan dari jendela kapal

Berpapasan dengan kapal yang berlawanan arah

Horee... Jakarta sudah kelihatan...

Berakhir sudah petualangan kami di Pulau Tidung, pulau yang tenang dan cantik. Disini kami belajar banyak tentang menjaga kelestarian alam, terutama di tempat-tempat pariwisata. Mudah saja, hanya dengan tidak membuang sampah sembarangan, kita sudah ikut dalam melestarikan alam ciptaan Tuhan yang luar biasa indah ini.

See you on the next trip ~~~

Tuesday, May 22, 2012

Travel Santai ke Yogyakarta (Part 6-Recap)

Holaa...
Kali ini aku akan memberikan recap dan light itinerary trip singkat di Yogyakarta kemarin. Here we go...

Day 1 (Depok-Jakarta)
- Berangkat naik kereta api Bisnis dari Stasiun Pasar Senen pkl 19.45 WIB

Day 2 (Yogyakarta)
- Sampai di Stasiun Tugu Yogyakarta pkl 05.00 WIB
- Mencari penginapan
- Istirahat sampai jam 10.00 WIB
- Menyusuri Jl Malioboro - Pasar Beringharjo - Benteng Vredeburg - Wijilan (Sentra Gudeg) - Keraton Yogya
- Makan malam di Angkringan + Kopi Joss
- Jalan malam di Malioboro + Wedang

Day 3 (Yogyakarta)
- Mengunjungi Candi Borobudur (it takes a whole day)
- Jalan malam naik becak beli kaos Yogya

Day 4 (Yogyakarta)
- Mengunjungi Candi Prambanan
- Mengunjungi Taman Baca Yogyakarta
- Jalan malam naik becak beli oleh-oleh (apalagi kalau bukan Bakpia Pathok, winko, dan gethuk)

Day 5 (Yogyakarta-Jakarta-Depok)
- Pulang naik kereta api Bisnis dari Stasiun Tugu pkl 08.00 WIB
- Sampai di Stasiun Pasar Senen jam 16.30 WIB
- Nyambung naik kereta arah Depok
- Sampai di kostan jam 18.30 (pantat tepos, kelaparan, kehujanan, tepar!)

Total di Yogyakarta sendiri adalah selama 4 hari 3 malam. Kalau saya rasa, hmmm...., cukup ngga cukup sih, karena masih ada beberapa tempat yang belum sempat dikunjungi, seperti Kampus UGM, Pantai Parangtritis, Pantai Depok, dan Benteng Vrederburg. Juga seperti rencana di awal, kami ingin mengunjungi kotanya Pak Jokowi a.k.a kota Solo, tapi apa daya belum kesampaian.

Jadi...
Berakhir sudah jalan santai di Kota Pelajar kali ini. Dengan segala cerita dan peristiwa yang telah terjadi, semoga dapat memberi manfaat dan inspirasi kepada pembaca sekalian. Demikianlah yang dapat saya laporkan. Akhir kata, izinkanlah saya untuk mengucapkan alhamdulillah...

Next: Tips, Trik, dan Manfaat Jalan-Jalan
Don't miss it!
*wink

Sunday, May 20, 2012

Travel Santai Ke Yogyakarta (Part 5)

Ta da...
Setelah kemarin menghabiskan hari di Candi Borobudur, tujuan kami hari ini adalah Candi Prambanan. Seperti biasa, kami memulai perjalanan ini dipagi hari yang masih segar. Berbeda dengan Candi Borobudur yang terletak di luar kota Yogyakarta, Candi Prambanan ini terletak tidak jauh dari pusat kota Yogyakarta. Perjalanan menuju candi Hindu ini ditempuh cukup dengan naik transYogya menuju Terminal Prambanan, sekitar 45 menit kalau naik dari shelter Malioboro.


Lagi nunggu di shelter Malioboro


Di terminal Prambanan banyak terdapat ojek dan Andong yang siap mengantar pengunjung menuju candi. Sebenarnya jarak antara terminal-candi cukup dekat (jauh lebih dekat dibandingkan jarak Terminal Borobudur-Candi Borobudur) dan jalan yang ditempuh merupakan jalan raya perkotaan yang ramai. Karena 2 orang teman yang tidak kuat berjalan (dibawak terik matahari), saya yang prefer untuk jalan kaki-pun mengalah. Kami naik Andong dengan ongkos Rp. 15.000. Andongnya berjalan (atau berlari) pelaaan sekali, sampai saya dibuatnya mengantuk. Sesampainya di pintu masuk Candi Prambanan, saya kaget menemukan segerombol pemuda yang tadi menumpang transYogya yang sama ternyata sudah sampai duluan dengan berjalan kaki (hiks... hiks.. ternyata berjalan kaki jauh lebih cepat).

Tiket masuk Candi Prambanan adalah sebesar Rp. 30.000 untuk dewasa dan Rp. 12.500 untuk anak-anak, persis sama dengan Candi Borobudur. Kemudian pengunjung diberi kartu untuk palang masuk otomatis (seperti yang di transJakarta), jadi kartunya tidak untuk dibawa pulang.

Pasar Prambanan, dekat Terminal Prambanan

Ini tangan siapa ya? (Kok gede amat)


Kawasan Candi Prambanan lebih luas dan objek wisatanya lebih bervariasi daripada Candi Borobudur, mungkin karena lokasinya yang tidak jauh dari pusat kota. Di area Taman Candi Prambanan terdapat Museum Candi Prambanan, restoran, dan bale-bale untuk beristirahat. Kesan pertama saya saat melihat candi ini dari jauh adalah: whoaa... tinggi sekalee... Tidak terbayang bagaimana Bandung Bondowoso harus menyelesaikan pembangunan 1000 candi setinggi ini seperti permintaan Roro Jongrang dalam waktu 1 malam.

Di dalam beberapa candi utama terdapat arca (patung) dan dinding candi juga terdiri dari batuan dengan relief yang bercerita. Beberapa bagian dari candi juga sedang menjalani pemugaran, sehingga tidak boleh dimasuki. Dan karena candi-candinya yang tinggi dan berdiri sendiri, tidak perlu bercapek ria untuk mendaki tangga. Here are some pictures...








Arca di dalam candi
Relief dinding candi 
Relief dinding candi 
Pemandangan dari arah pintu keluar

Pemandangan taman menuju pintu keluar

Beruntungnya kami, cuaca saat itu tidak begitu terik. Semilir angin yang bertiup sepoi-sepoi membuat suasana candi semakin romantis (hehehe). Pengunjung pada hari itu juga tidak ramai-ramai amat (relatif lah yaa), dan terdapat beberapa wisatawan asing yang dari peralatan bawaannya, sepertinya merupakan photograpy hunter.Oh iya, disini juga tidak banyak penjual yang mengejar-ngejar untuk menawarkan dagangannya seperti yang terjadi di Candi Borobudur kemarin, jadi lebih nyaman deh...
Cukup lama kami mengeksplor candi yang dinobatkan sebagai World Heritage List number 642 ini, mungkin karena lokasinya yang dekat dengan pusat Yogya yang membuat kami tidak perlu buru-buru pulang karena takut kehabisan angkutan.

Sooo...
Jadilah Candi Prambanan ini menjadi objek wisata World Heritage terakhir yang kami kunjungi karena besoknya sudah harus kembali ke ibukota. Hiks.. hiks...

To be continued ~~~

Friday, May 18, 2012

Travel Santai Ke Yogyakarta (Part 4)

Pada pagi kedua di Kota Gudeg ini kami berangkat mengunjungi Candi Borobudur yang terletak di Magelang, sekitar 40 km barat laut Yogyakarta. Dari penginapan di Jl. Sosrowijayan, kami naik bus transYogya dengan tarif Rp. 3000 di shelter Malioboro menuju terminal Jombor. Bus transYogya ini konsepnya kurang lebih sama dengan transJakarta, yaitu membawa penumpang mengitari kota. Bedanya adalah untuk transYogya berlaku tiket terusan ke semua jurusan tanpa terkecuali dan ukurannya lebih imut dibandingkan dengan transJakarta. Dari shelter Malioboro kami berpindah jurusan 1 kali hingga akhirnya sampai di Terminal Jombor. 
Di terminal Jombor terdapat banyak sekali bus yang melayani rute Jombor-Borobudur. Baru saja melangkahkan kaki keluar shelter transYogya, kami langsung diserbu bapak-bapak (entah calo, kernet, atau supir) dengan yel-yel "Borobudur.. Borobudur.. Ayo, langsung berangkat.." Awalnya kami ragu untuk memilih bus yang mana, secara jurusannya sama semua tapi dari PO (perusahaan) yang berbeda.
Diskusi (bisik-bisik) sebentar, kami memilih untuk naik bus yang berada di barisan paling depan yang sepertinya sudah ready to go. Bus yang kami tumpangi bernama Ragil Kuning, walaupun tidak ada unsur kuningnya sama sekali. Dengan tarif Rp. 12.000, alhamdulillah-nya bus ini tidak ngetem dulu. Penumpangnya tidak ramai (mungkin karena bukan musim liburan) dan setelah sekitar 1 jam 30 menit kami sampai di Terminal Borobudur. 
Bus Ragil Kuning

Dari terminal ke Candi Borobudur sebenarnya bisa ditempuh dengan berjalan kaki walaupun jaraknya (lumayan) jauh, namun karena siang itu matahari sangat terik kami memutuskan untuk naik andong yang banyak terdapat di depan terminal. Setelah tawar menawar dengan Pak Kusir, kami sepakat dengan harga Rp. 45.000 bertiga (cukup mahal niy, tapi ya apa boleh buat, masing-masing jadi kena Rp. 15.000)

Kami menyusuri jalan menuju Candi Borobudur diringi tak-tik-tuk suara sepatu kuda. Selama di perjalanan, saya baru tahu ternyata Borobudur itu merupakan nama daerah di sekitaran Candi Borobudur, jadi bukan hanya nama candi saja. 15 menit kemudian, yeeaaayy... Sampailah kami di pintu gerbang Candi Borobudur. Kami disambut dengan para  penyewa payung (kalau di Jakarta namanya ojek payung, yang biasa beroperasi saat musim hujan) dan penjual souvenir mulai dari gantungan kunci, kaos Borobudur, gelang tangan, hiasan dinding, pajangan mini, topi, dan lain sebagainya. Karena sinar matahari yang terik bukan main, saya memutuskan untuk membeli topi seharga Rp. 10.000 (setalah ditawar dari harga Rp. 35.000, lumayan ada tulisan Borobudurnya...) sedangkan 2 teman saya menyewa 1 payung seharga Rp. 5000 yang nanti tinggal dikembalikan di pintu keluar komplek candi.

Jalan sedikit ke dalam, langsung sampai di loket penjualan tiket masuk. Harga tiket untuk dewasa adalah Rp. 30.000, sementara untuk anak dibawah 6 tahun adalah Rp. 12.500. Sedangkan tiket untuk wisatawan asing berada di loket yang berbeda dan harganya jaaauh lebih mahal (kalau tidak salah sekitar Rp. 150.000 atau USD 15). Oh iya, sebelum melewati pintu masuk setiap pengunjung di scan dulu karena terdapat beberapa barang yang tidak boleh dibawa masuk ke dalam kawasan candi, salah satunya adalah makanan. Sialnya, saya yang belum sarapan saat itu membawa sebungkus roti di dalam tas dan harus merelakannya untuk diinapkan sementara di tempat penitipan barang (hiks... hiks..)


Setelah melewati pintu masuk, kami celingak celinguk sambil berkata "Candinya mana ya? Kok ngga kelihatan?" Waduh, ternyata untuk sampai ke candi ya masih harus terus jalan melewati komplek taman candi yang asri ini. Sebelum sampai menaiki candi semua pengunjung diharuskan untuk mengenakan kain batik yang memang sudah disediakan. Alasannya adalah karena batik merupakan identitas bangsa Indonesia dan agar tetap diingat dan selalu terpatri di sanubari (tsaaah....) 

Pakai kain Batik dulu yaa...
Perjalanan menuju candi sangat sangat menyenangkan, angin semilir membawa suasana sejuk. Tapi terik mataharinya yang panas minta ampun. Kami mulai melihat candi yang dari kejauhan terlihat kecil dan seperti malu-malu bersembunyi di balik pepohonan. Dan akhirnya... Ta da... Sampai juga kami di tempat Warisan Budaya Dunia (World Heritage List) nomor 529 ini. Whoooaaaa... Besar sekali candi ini... Menaiki tangga demi tangga bagaikan mendaki sebuah gunung yang terbuat dari batu. Candi ini terdiri dari beberapa tingkat dan di setiap tingkat terdapat puluhan stupa dan patung-patung Budha, serta relief dinding candi yang berceerita tentang kehidupan di zaman kerajaan dahulu kala. Saat itu beberapa tempat di setiap tingkatnya masih dalam tahap perbaikan setelah terkena dampak letusan gunung Merapi yang amat dahsyat pada Oktober 2010 lalu. Ini sebagian (kecil) dokumentasinya....



Kena razia Pak Satpam






Setelah puas (kepanasan dan teler) mengelilingi candi, tidak ketinggalan foto-foto dengan berbagai gaya dan latar belakang, kami mulai turun gunung. Tidak salah banyak jasa penyewa payung, karena matahari memang bersinar terik dan panas sekali. 
Berakhir sudah perjalanan kami menjelajahi (mantan) 7 Keajaiban Dunia yang dulu hanya bisa kami lihat di balik Atlas ini. Selanjutnya kami pulang melewati rute yang persis sama, yaitu naik andong ke Terminal Borobudur (Rp 30.000/3 orang, lebih murah dibandingkan andong sebelumnya) - Bus tujuan Jombor (Rp. 10.000, seharusnya Rp. 12.000 tapi Pak Kernet ngga punya kembalian ribuan, yeeaayy) - transYogya (Rp. 3.000) - Malioboro (makan siang) - penginapan - tepar.

To be continued~~~

Travel Santai Ke Yogyakarta (Part 3)

Hello Readers...
Setelah idle beberapa saat, mari kita lanjutkan kembali trip ke Kota Gudeg, Yogyakarta (yeeaayy!!)

Di post terakhir, kita jalan ke Keraton Yogya kemudian pulang ke penginapan naik andong. Melintasi jalanan siang hari yang terik, sampai di penginapan kita langsung tepar. Waktu yang sempurna untuk take a nap
Malam harinya kita wisata kulineran di sepanjang Jl. Malioboro. Dari banyak warung makanan yang ada (yang mayoritas aneka olahan unggas: ayam, bebek, dan burung dara), kami memilih untuk melipir ke arah stasiun Tugu untuk mencari santapan malam khas Yogya, yaitu angkringan

Nasi Kucing Teri + Tempe Goreng

Nasi Kucing + Sate

\Angkringan merupakan warung makan pinggir jalan yang khas dengan hidangan hemat dan porsi yang hemat pula. Disini tersedia nasi dan lauk porsi kucing mulai dari harga Rp. 2500, aneka sate-satean yang satu tusuknya Rp. 1000, aneka gorengan 500-an, hingga yang paling khas yaitu kopi joss. Kopi joss
Ya, kopi joss adalah kopi panas yang sebelum disajikan dicelup dengan arang panas terlebih dahulu. Desisan arang panas saat dicelupkan ke dalam seduhan kopi, menjadikan kopi ini bernama kopi joss. Rasanya? Wuuihh... Rasa arang!! Saya tidak menyangka sensasi rasanya akan se-arang begitu. Satu gelas kopi joss jahe seharga Rp. 2500 yang saya pesan hanya berkurang 2 teguk (maaf ya kopi...)

Setelah perut (setengah) terisi dari angkringan, kami kembali menyusuri Jl. Malioboro yang semakin malam semakin ramai. Kami terus berjalan sambil mengamati aktivitas pedagang, tukang becak, pejalan kaki, hingga kelompok seniman jalanan yang saat itu sedang manggung (bukan manggung juga sih, karena bukan di panggung melainkan di tengah jalan). Setelah berhenti sejenak mengamati musical performance seniman jalanan, yang kira-kira seperti Klantink (kontestan Indonesia Mencari Bakat) itu, kami nyangkut di abang-abang Wedang (abang-abangnya atau Wedangnya? hehehe). Yaa.. Karena masih ada ruang tersisa di lambung, langsung kami sirami dengan hangatnya Wedang seharga Rp. 5000. Sluurp... Saya sampai nambah lhoo.. hehehe
Si Wedang

Si Abang Wedang

Mengingat rencana tour esok hari ke Candi Borubudur, kami sekalian tanya-tanya rute ke abang Wedang yang ramah dan imut itu (ehem, jadi menyesal ngga sekalian nanya nomor HP dan  facebook si abang).
Kami memilih untuk tidak jalan sampai larut. Mengingat besok pagi akan berangkat menuju Candi Borobudur, jadi malam ini harus tidur cukup. Sekitar jam 9.00 kami sudah kembali ke penginapan. Beres-beres, gosok gigi, cuci tangan, kaki, dan muka, lalu tidur deh...

To be continued~~~

Thursday, May 10, 2012

Netherlands: The Most Forward-thinking Country on Earth

This post can also be seen here


13365190511376299740
What's coming up in your mind if I say Netherlands? Presumably it would be vary from tulips, cheese, windmill, dam, bicycle, wood sandals, up to Robin van Persie. Yes, that's certainly true. But I will add 2 more things that you have to know about Netherlands, or commonly referred to as Holland and its people are called The Dutchcreative policy and creative people.

Why creative policy?

"Creative policy is not only come from, but is also created by creative mind"

To the most of Indonesian people, policy is perceived as restriction or prohibition of doing something. It is because most of the policies in our country are all centered in banning, instead of in regulating. But in Netherlands its rather different. The government establish policy to accommodate needs of people without ignoring environment's sustainability and mankind aspiration.

One of the most famous policies in Netherlands is putting the high price on paper and plastic bag  in stores and supermarkets. In order to decrease the use of plastic which contributes to global warming, this policy runs successfully. Not only turn to be more efficient in using plastic bag, The Dutch also become more creative in inventing  new innovation of earth-friendly shopping bag. This kind of policy also inspires some countries to do the same thing, particularly developing countries in Asia.

Why creative people?

1336517384189444649
It's very interesting to know why The Dutch, the taller nation in the world, could become a very creative nation. We can see it clearly if we come into Netherlands higher education field. As the most favorite destination for millions of students around the world, Netherlands offers numerous qualified universities that are worldwide recognized. The education system is really support the students to come up with challenges, innovation, new idea and being pioneer in their field. It's creative atmosphere has infected and has been transmitted around the world.

The recent innovation which comes from Netherlands is the new technology in treating waste-water that is lead by a Dutch scientist, Professor Mark van Loosdrecht. This technology, which contributes in creating sustainable solution in the field of waste-water treatment, has been adapted in several countries such as China, Japan, Singapore, Poland, and United Kingdom. Prof van Loosdrecht itself has received award from Lee Kwan Yew Water Prize 2012, the highest award event which is held to honor outstanding contribution in solving global water problems. Read more here.

1336602366275607151
Prof Mark Van Loosdrecht
Thus, if you really want to know another reason why Netherlands is called as the most advance country on earth, these 3 parts of drama will tell you more: Part 1Part 2Part 3

If you enjoy the first, feel free to read on. Many jokes, don't take it too seriously ;)